Ikhwah fillaah rohimakumulloh… Satu hal yang seharusnya membuat kita mantap melangkah dalam bahtera da’wah ini, yaitu pertolongan Alloh dimana musuh-musuh kita tidak memilikinya; banyak sekali ayat yang menjelaskan hal itu, diantaranya, “Sesungguhnya Alloh pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Alloh benar-benar Maha Kuat Lagi Maha Perkasa. (QS. Al-Hajj: 40).
Sesungguhnya pertolongan Alloh itu mahal dan tidak diberikan kepada sembarang orang Muslim. Ia hanya diberikan kepada kelompok tertentu yang memiliki sifat-sifat khusus. Itulah Ath-Thaa’ifah al-Manshuuroh (kelompok yang diberi kemenangan). Jika jama’ah da’wah yang lurus ini ingin menang dalam menghadapi musuh-musuhnya, maka ia harus mempersiapkan sebab-sebab kemenangan, sebagaimana dulu dilakukan oleh generasi Salafush-Sholih. Didalam banyak siroh, telah diriwayatkan bahwa musuh mana pun tidak sanggup bertahan lama menghadapi para Sahabat Rosululloh, bahkan Heraklius sekalipun.
Ketika berada di Antakiah dan pasukan Romawi pulang dalam keadaan kalah, Heraklius berkata kepada mereka, “Celaka kalian. Jelaskan kepadaku tentang orang-orang yang berperang melawan kalian! Bukankah mereka manusia seperti kalian juga?!
Pasukan Romawi menjawab, “Benar, tentu saja”
Heraklius berkata, “Siapa yang lebih banyak pasukannya, kalian atau mereka?”
Pasukan Romawi menjawab, “Kami lebih banyak pasukannya beberapa kali lipat disemua tempat”
Heraklius berkata, “Kalau begitu, mengapa kalian bisa dikalahkan?”
Salah seorang tokoh Romawi berkata, “karena mereka biasa melakukan sholat malam, berpuasa pada siang hari, menepati janji, melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dan berlaku adil kepada sesama mereka. Sebaliknya, kita biasa minum minuman keras, berzina, melakukan keharaman, ingkar janji, merampok, menzhalimi orang, memerintahkan hal-hal haram, melarang hal-hal yang diridhoi Alloh serta membuat kerusakan dimuka bumi.”
Heraklius berkata, “Anda berkata benar kepadaku.”
Kisah lain yang dikeluarkan oleh Thobari dari Urwah yang berkata: Ketika dalam Perang Yarmuk kedua pasukan sudah saling berdekatan, Qabqalar mengutus seorang lelaki Arab (untuk mengetahui apa rahasia dibalik kemenangan pasukan Islam). Ia bertanya kepada lelaki itu, “Apa yang engkau dapatkan (mengenai rahasia itu)?” Lelaki itu menjawab, “Dimalam hari mereka seperti rahib, sedangkan disiang hari bagaikan pahlawan”. Terdapat juga penuturan dari Hindun binti ‘Utbah, yang dikeluarkan oeh Ibnu Manduh dalam bab: Bai’atnya Kaum Wanita. Hindun berkata: “Aku ingin membai’at Muhammad”. Abu Sufyan bereaksi: ”itu berarti engkau keluar dari agamamu. Hindun berkata: “Ya, demi Alloh, aku tidak pernah menyaksikan ummat yang menyembah Alloh sebagaimana mereka, yang beribadah dimasjid pada malam hari. Demi Alloh, mereka itu tidak tidur, yang dilakukan mereka adalah sholat; ada yang berdiri, ruku, ada juga yang sujud.
Kisah lain dari seorang Alib Arselan –Singa Pemberani- (kekhilafahan Abbasiyah) yang sangat antusias melakukan futuhat, menebarkan Islam dan memancangkan panji-panji Islam berkibar di wilayah-wilayah Byzantium. Futuhat yang dilakukan Alib Arselan telah membuat marah Kaisar Romawi Romanus Diogenes, Pasukan Kaisar berkali-kali terlibat peperangan dengan kaum Muslim, diantara peperangan yang paling penting adalah Perang Maladzkird yang terjadi pada Agustus 1070 M. Ibnu Katsir berkata, “Pada tahun itulah kaisar Romawi Rumanus berangkat dalam satu pasukan yang besar laksana gunung yang terdiri dari Pasukan Romawi, Georgia Perancis. Jumlah dan persenjataannya demikian kuat. Dalam pasukan itu, ikut serta 35.000 Bitriq (komandan pasukan Romawi). Dibawah seorang Bitriq ada 100.000 penunggang kuda. Pasukan yang datang dari Perancis berjumlah 35.000, sedangkan pasukan yang bermarkas di Konstantinopel berjumlah 15.000 personil. Ikut bersamanya 100.000 tukang seruling dan penggali lubang, 1.000 kuda kerja, 400 gerobak pengangkut sandal dan paku, 1.000 gerobak lainnya yang mengangkut senjata, lampu, alat perang pelempar batu manjaniq dalam jumlah ribuan dan 200 orang. Apa yang menjadi ambisi mereka adalah untuk menghancurkan Islam.” Melihat tentara yang demikian banyak, Alib Arselan merasa ketakutan, namun dengan semangat keimanan dan keyakinan akan pertolongan Alloh, Alib arselan bersama pasukannya terus maju ke medan jihad, dipilihlah hari Jum’at setelah matahari tergelincir sebagai waktu menghadapi musuh. Sebelum berperang, Alib Arselan menjadi imam sholat kaum Muslim. Alib Arselan pun menangis dan seluruh hadirin ikut menangis. Dia berdo’a yang diamini oleh semua pasukannya. Lalu diapun berkata, “barangsiapa yang ingin meninggalkan tempat, maka tinggalkanlah, sebab disini tidak ada seorang sulthan yang menyuruh dan melarang!” Saat kedua pasukan berhadapan, maka Alib Arselan turun dari kudanya dan bersujud kepada Alloh dengan melekatkan wajahnya ke tanah kemudian berdo’a kepada Alloh agar memberikan kemenangan. Lalu dia mengambil busur dan anak panah serta pedang, kemudian memasang pelana kudanya dengan tangannya sendiri. Sedang pasukannya melakukan hal yang sama. Alib Arselan memakai pakaian putih-putih dan bersumpah untuk berjuang hingga titik darah penghabisan dengan berkata, “Jika saya terbunuh, maka inilah kafanku!” Allohu Akbar!! Maka Alloh pun memberikan kemenangan kepada kaum Muslim dan memberikan karunia-Nya yang besar. Terhadap orang-orang yang demikian inilah pertolongan Alloh akan senantiasa turun.
Saudaraku, demikianlah pertolongan Alloh menghampiri generasi terbaik ummat ini, tidak hanya strategi yang mereka matangkan, merekapun mengoptimalkannya dengan “action real” serta amalan-amalan taqorrub & nafilah semata-mata untuk menghambakan diri kepada Sang Maha Penolong melalui ketundukan & pelaksanaan mereka secara kaaffah terhadap hukum syaraa, menjauhi maksiat, serta menyempurnakannya dengan sholat malam mereka, shoum sunnah mereka, dzikir, do’a serta keikhlasan dalam totalitas perjuangan. Terkait keikhlasan dalam berjuang, Abu Dawud dan Nasa’i berkata: “Bagaimana menurut pendapatmu jika ada seseorang yang berperang ingin mencari pahala sekaligus mencari popularitas. Bagaimana orang itu”? Rosululloh saw menjawab: “Orang itu tidak mendapatkan apa-apa.” Si lelaki tadi kembali bertanya kepada Rosululloh saw sampai tiga kali, tetapi Rosululloh tetap saja menjawab “Orang itu tidak mendapatkan apa-apa” kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya Alloh tidak menerima amal perbuatan kecuali disertai niat ikhlas semata-mata karena Alloh”.
Saudaraku seperjuangan, tak ada kata henti dalam hidup kita untuk senantiasa mempersembahkan karya terbaik dalam perjuangan ini. Seharusnya memang tak pernah ada pula keluh kesah dalam perjuangan da’wah ini. Semestinya pun tak keluar dari mulut kita kata putus asa karena begitu banyak perjuangan da’wah yang menyedot perhatian kita. Yakinlah, Alloh tak pernah dan tak akan pernah salah dalam mengkalkulasi amal kebaikan kita. Mungkin kita lupa sudah berapa amal baik yang kita kerjakan, tapi Alloh tak akan pernah lalai mencatat dan menghitungnya untuk bekal kita di negeri abadi kelak. Begitupun pasti kita lupa berapa banyak amalan buruk yang pernah kita lakukan, pasti Alloh tak akan pernah lupa dan akan dengan mudah mencatatnya. Kita memohon kepadanya, agar tetap diberi kekuatan untuk melakukan amalan baik selama hidup kita. Sebanyak mungkin.
Wahai “Pemuda” Islam, alangkah indahnya perkataan Zughanusyi Pasha, Komandan Perang dalam penaklukkan Konstantinopel, “… Kita telah mulai satu perkara, maka wajib bagi kita untuk menyelesaikannya”. Sungguh sebuah kata motivasi yang harus kita renungkan bahwa kita telah memulai perjalanan da’wah ini, maka tak ada pilihan lain bagi kita kecuali menyelesaikannya dan optimis bahwa kita mampu menyelesaikannya, apalagi perjalanan ini bukanlah tanpa tujuan wahai saudaraku, tujuan itu jelas sekali dalam benak kita, yaitu sebuah tatanan kehidupan mulia yang Alloh pun telah menjanjikan kemenangan bagi kita para pejuangnya melalui sabda Rosul-Nya, “tsumma takuunu khilaafah ‘alaa minhaajin nubuwwah…”. Hanya dengan khilafah kita akan dapat menyelesaikan perkara kita yaitu melaksanakan apa-apa yang terdapat dalam waroq al-mu’allaq (kertas-kertas yang tergantung –Al Qur’an dan As Sunnah-) dan siapa saja yang melaksanakan apa-apa yang terdapat dalam waroq al-mu’allaq diberikan predikat terbaik keimanannnya (HR. Muslim). Tidakkah kita ingin meraih predikat itu?
Keyakinan akan tegaknya Khilafah selayaknya menjadi kekuatan bagi kita untuk terus mengoptimalkan diri dalam perjuangan ini, sungguh, keyakinan akan tegaknya institusi penegak syari’ah dan pemersatu ummat serta lahirnya kesatuan dunia Islam ini pun terdapat pada jiwa-jiwa generasi sholih ummat ini, salah satunya dalam jiwa Sultan Abdul Hamid II, beliau mengatakan: “Kita wajib menguatkan ikatan kita dengan kaum muslimin di belahan bumi yang lain. Kita wajib saling mendekat dan merapat dalam intensitas yang sangat kuat. Sebab tidak ada lagi harapan di masa depan kecuali dengan kesatuan ini (Khilafah Islam). Memang waktunya belum datang, namun dia akan datang. Akan datang suatu hari dimana kaum muslimin akan bersatu dan mereka bangkit bersama-sama dalam satu kebangkitan yang serentak. Akan ada seseorang yang memimpin umat ini dan mereka akan menghancurkan kekuatan orang-orang kafir. “(Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah hal. 556- 557).
Saudaraku yang telah memberikan perhatian dan tenaganya untuk da’wah Islam, ketika kita ber’azam untuk menyelesaikan perkara da’wah ini dan berusaha fokus menjalaninya, tak aneh jika berdatangan berbagai cobaan yang mungkin dapat mengalihkan perhatian dan melalaikan ‘azam kita, kenikmatan dan urusan dunia kadang kala menjadi penghambat bagi kita untuk fokus dalam perkara da’wah ini. Kita bukan tak ingin menikmati dunia dan isinya yang begitu gemerlap. Kita bukan tak suka dengan segala keindahannya yang menggoda hati. Tapi, perjuangan da’wah ini kadang harus sedikit membatasi perhatian kita untuk menikmati indah dan gemerlapnya dunia, lalu bersenang-senang didalamnya sendirian atau bersama dengan orang-orang terdekat kita. Meski tentu saja, bukan berarti ketika fokus berda’wah, kita sama sekali menganggap dunia tak perlu untuk kita nikmati. Tidak. yang perlu kita lakukan adalah mengaturnya, kapan saatnya kita menikmati kenikmatan dunia yang juga Alloh berikan untuk semua makhluk-Nya, dan ada waktu dimana kita harus berhenti sejenak untuk melupakannya dengan perhatian kita kepada perjuangan da’wah.
Mungkin kita merasa iri dengan keberhasilan kawan-kawan kita dalam meraih dunia. Itu wajar. Tidak salah. Kita juga bisa mengupayakannya. Namun rasa-rasanya amat berlebihan jika kita hanya fokus meraih dunia hingga melupakan kewajiban kita yang paling mulia. Sekali lagi, silahkan mengejar urusan dunia ini, tapi perjuangan da’wah inipun tak elok kelihatannya jika harus dikesampingkan. Bahkan da’wah ini bukan hanya mengumpulkan pahala dikehidupan akhirat kelak saja, tapi insyaa Alloh hasilnya pun akan berpengaruh bagi kehidupan ummat manusia didunia ini.
Ikhwah fillah yang Alloh memanggil kalian dengan khoiru ummah, yang insyaa Alloh tak kenal lelah dalam berjuang, sungguh menyelesaikan perkara da’wah ini sudah sunnatulloh diiringi berbagai cobaan dan rintangan, bahkan khoiru ummah terdahulu pun sebagaimana yang kita ketahui bersama, jauh lebih dahsyat mengalami cobaan-cobaan itu, sebut saja Sumayyah, syahidah pertama dalam perjuangan da’wah ini di bunuh dengan tangan kotor Abu Jahal dengan cara yang sangat kejam, ditusuk dengan tombak panas dari kemaluannya sampai tombak itu menembus kepalanya, namun beliau begitu teguh memegang bara api tauhid ini. Tidakkah kita melihat seorang Sahabat mulia, Haram bin Milhan, saat ditusuk dengan tombak, lalu tombak itu dicabut dari tubuhnya, dan ia melihat darah mengucur dari tubuhnya, ia malah berkata, Demi Alloh, aku beruntung.”
Demikian pula dengan Sahabat yang mulia Utsman bin Madz’un. Matanya dicukil dijalan Alloh setelah ia menolak berada dalam perlindungan orang musyrik dan lebih senang berada dalam perlindungan Alloh. Walid bin Mughiroh berkata kepada Utsman, “Demi Alloh wahai keponakanku, dulu matamu sehat tidak seperti ini, sebab engkau dalam perlindungan yang kuat.” Utsman bin Madz’un menjawab, “Demi Alloh, mataku yang sehat perlu merasakan apa yang dirasakan mata-mata yang lain di jalan Alloh. Sesungguhnya aku berada dalam perlindungan pihak yang lebih kuat darimu.” (HR. Abu Nu’aim).
Bahkan Sholahuddin al-Ayyubi begitu cintanya pada jihad serta merasakan kematian dan kelelahan di jalan Alloh tidak menyukai kehidupan model istana dan bermewah-mewahan. Ia lebih menyukai hidup di kemah dan padang pasir . Para sejarahwan bahkan sampai berkomentar tentang Sholahuddin al-Ayyubi, “Setiap pembicaraan Sholahuddin al-Ayyubi pasti berkisar tentang jihad dan para mujahid. Pandangannya selalu tertuju pada senjatanya dan ia merasa senang hidup dikemah dan di padang pasir.
Adapula Sahabat Rosul yang bernama Umair bin al-Hammam. Saat mendengar Rosululloh bersabda dalam Perang Badar bahwa Alloh bakal memasukkan orang yang mati syahid di jalan-Nya ke dalam surga, Umair bin al-Hammam berdiri seraya berkata, “Wahai Rosululloh, demi Alloh, itu karena aku sangat berharap bisa mennjadi penghuni surga.” Rosululloh bersabda, “Sesungguhnya engkau penghuni surga”. Setelah itu Umair bin al-hammam mengeluarkan beberapa kurma dari wadahnya, lalu memakan sebagiannya. Selanjutnya ia berkata, “Jika aku hidup sekedar untuk memakan kurma ini maka hidup ini terlalu lama bagiku.” Setelah itu, ia segera membuang sisa kurma yang masih ada ditangannya, kemudian ia bertempur melawan musuh hingga ia terbunuh. (HR. Bukhori, Muslim, an-Nasa’i dan Malik).
Umair bin al-Hammam menikmati sekaligus merasakan manisnya jalan kebenaran. Karena itu, ia menganggap lama waktu untuk makan beberapa kurma. Ia menganggap lama saat-saat makan kurma karena berarti menundanya untuk segera masuk surga dan itu seperti setahun. Ada pula Khubaib bin Adi rodhiyallohu ‘anhu, ia pernah bertutur saat hendak dibunuh:
Aku tak peduli dibunuh sebagai seorang Muslim dan mati seperti apapun
Karena kematianku ada di jalan Alloh dan Dzat-Nya
Jika Alloh berkehendak, Dia memberkahi persendian yang terkoyak
(Diriwayatkan oleh al-Bukhori, Ahmad, al-Baihaqi, Ibn Saad dan al-Hakim)
Ada lagi yang lain, yakni Umair bin Abi Waqqash rodhiyallohu ‘anhu. Ia adalah adik Saad bin Abi Waqqash rodhiyallohu ‘anhu. Ia baru berusia enam belas tahun saat Perang Badar. Ia pergi ke medan perang dan bersembunyi dari penglihatan Rosululloh karena khawatir dipulangkan. Ketika Rosululloh mengetahui keinginan dan semangatnya untuk berperang, Beliau mengizinkannya perang. Umair bin Abi Waqqash pun bertempur hingga terbunuh sebagai syaahid. (HR. al-Hakim dan Ibnu Saad).
Wahai ikhwatii fillaah, semoga hari-hari esok, kita sambut dengan ketundukan hati dan penuh keyakinan dalam diri, bahwa kita adalah cucu Abdulloh bin Jahsy yang berdo’a ketika hendak perang Uhud dengan do’a, “Ya Alloh, pertemukanlah aku dengan lawan yang kuat dan cepat marah. Aku akan memerangi dia di jalan-Mu dan diapun memerangi diriku. Lalu dia menangkapku kemudian memotong hidung dan telingaku. Jika aku bertemu dengan-Mu kelak, Engkau bertanya “Hai Abdulloh mengapa, mengapa hidung dan telingamu terpotong?” Lalu aku menjawab “Hidung dan telingaku terpotong di jalan-Mu dan Rosul-Mu. Engkaupun berfirman, “Engkau berkata benar”.
Kita adalah duta yang diutus Alloh dimuka bumi ini untuk melanjutkan perjuangan Mush’ab bin Umair yang telah lebih dulu menghadap-Nya sebagai syuhadaa’ mulia, mengorbankan jiwanya demi mepertahankan panji bertuliskan laa ilaaha illalloh muhammadurrosululloh dengan tebasan pedang musuh Alloh yang memotong tangan kanannya, lalu tangan kirinya hingga syahid dengan hunusan tombak didadanya… salaam untukmu wahai kekasih Alloh, salaam untukmu wahai Mush’ab, salaam untukmu wahai syuhadaa’… semoga kelak Alloh mempertemukan kita dalam moment terbaik dan ditempat yang penuh dengan kebaikan… aamiin…
Wahai saudaraku, sesungguhnya kalian juga adalah cucu Rosululloh, teladan terbaik, yang berjihad disaat shoum dan berbuka, yang dalam hidupnya telah merasakan berbagai macam cobaan dalam da’wah (cacian, makian, dilempari kotoran, dilempari batu) demi mebela urusan da’wah ini. Sekali lagi ingatlah, kalian adalah cucu beliau, yang di akhir hidupnya senantiasa memikirkan kalian, ummatnya, sampai beliau berkata “ummatii, ummatii, ummatii…” apakah disisa kehidupan kita, kita akan tetap memikirkan urusan ummat ini sampai maut menjemput kita?
Ikhwatii fillaah, sungguh kalian adalah generasi terpilih yang melanjutkan estafet perjuangan para pendahulu diin ini, selama 13 abad lebih mereka mempertahankan kemuliaan Islam dan kaum Muslim dengan pikiran, harta bahkan jiwa mereka. Entah berapa jumlah jiwa yang syahid dalam perjuangan ini, maka janganlah menyerah dan bersedih atas segala cobaan yang menerpa, sesungguhnya sabar hanyalah sebentar. Jika kelelahan memuncak, cobaan demi cobaan atas diri ini semakin meningkat, sementara hawa nafsu selalu cenderung “memilih dunia” –padahal umur dunia hanyalah sesaat-, maka katakan kepada jiwa: “Jiwaku, engkau sudah menghabiskan sebagian besar langkah dan sudah sedemikian jauh menempuh perjalanan menuju Alloh. Karena itu, perjalanan tidak akan lama lagi berakhir dan yang tersisa tinggallah kemudahan. Jadi, bersabarlah engkau! Jiwaku, janganlah engkau sia-siakan amal-amal sholihmu selama ini , begadangnya engkau sepanjang malam dan selama berhari-hari, rasa lelahmu selama bertahun-tahun; janganlah engkau sia-siakan hanya dalam tempo sesaat. Bersabarlah karena sesungguhnya sabar itu sebentar. Karena itu, bersabarlah. Sebab, cobaan itu laksana tamu. Biasanya tamu tidak akan berlama-lama berada di rumah yang dikunjunginya. Betapa indah pujian dan sanjungannya kepada tuan rumah yang dermawan. Wahai kaki yang bersabar, teruslah beramal. Tidak lama lagi pekerjaan akan selesai.
Ikhwah fillaah, yang semoga Alloh mencintai kalian sehingga seluruh makhluk pun atas kehendak-Nya mencintai kalian… sungguh prinsip hidup yang menakjubkan dari seorang khoir amiir, Muhammad al-Fatih yang patut kita renungkan:
“Wa Hamasyii (dan smangatku); adalah mengeluarkan semua upaya untuk mengabdi pada agamaku, agama Alloh.
Wa ‘Azmii (dan tekadku); aku akan tekuklututkan orang-orang kafir dengan bala tentaraku, berkat kelembutan Alloh.
Wa Tafkirii (dan pusat pikiranku); terpusat pada kemenangan yang datang dari kasih sayang Alloh.
Wa Jihadii (dan jihadku); adalah dengan jiwa raga dan harta benda. Lalu apa makna dunia setelah ketaatan kepada perintah Alloh.
Wa Asywaqii (dan kerinduanku); perang ratusan ribu kali untuk mendapatkan ridho Alloh.
Wa Roja’ii (dan harapanku); adalah pertolongan Alloh, dan kemenangan Negara ini atas musuh-musuh Alloh.”
Ketika Muhammad al-Fatih ingin menaklukkan kota Trabzon dan banyak sekali menghadapi kesulitan serta penghalang, saat itu ada Ummu Hasan Uzun, berkata kepada Muhammad al-Fatih, “Kenapa kau harus bersusah payah melakukan ini wahai anakku. Apakah Trabzon berhak untuk kau perjuangkan sampai seperti ini?”
Sultan Muhammad al-Fatih menjawab, “Wahai ibu, sesungguhnya Alloh telah meletakkan pedang ditanganku untuk berjihad di jalan-Nya. Maka jika aku tidak mampu untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan ini dan tidak aku lakukan kewajibanku dengan pedang ini,maka sangat tidak pantas bagiku untuk mendapat gelar Al-Ghazi yang aku sandang saat ini. Lalu bagaimana aku menemui Alloh pada hari kiamat nanti?”
Ikhwah fillaah, jikalau ibu kita yang menghampiri kita dan berkata, “Kenapa kau harus bersusah payah melakukan ini wahai anakku, apakah da’wah berhak untuk kau perjuangkan sampai seperti ini?” apakah kita mampu menjawab dengan mantap dan penuh keyakinan, “Wahai ibu, sesungguhnya Alloh telah meletakkan amanah ditanganku untuk berjuang di jalan-Nya. Maka jika aku tidak mampu untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan dalam perjuangan ini, dan tidak aku lakukan kewajibanku ini, maka sangat tidak pantas bagiku untuk mendapat gelar Haamilud Da’wah apalagi Haarisan Aaminan lil Islaam yang aku sandang saat ini. Lalu bagaimana aku menemui Alloh pada hari kiamat nanti?”
Ikhwah fillaah, mari kita memohon dengan sungguh-sungguh kepada Alloh dan ber’azam untuk terus berupaya mewujudkan perjuangan ini, yaitu hadirnya kembali kehidupan Islam dalam naungan Daulah Khilaafah Islaamiyyah yang telah lama kita rindukan, sehingga kaum Muslim merasakan apa yang digambarkan Alloh dalam firman-Nya:
Pada hari (kemenangan) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, karena pertolongan Alloh. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (QS. Ar-Ruum [30]: 4-5)
Dan senantiasa marilah kita tancapkan dalam hati Innaa sholaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi robbil ‘aalamiin (Sesungguhnya sholatku, ibadahku dan matiku hanya untuk Robb semesta alam). Wallohu a’lamu bi ash-showwaab []
Sesungguhnya kita berjuang dalam membela agama yang Alloh janjikan untuk menolongnya dan akan Alloh menangkan atas semua diin. Saya berharap, Alloh telah menuliskan kemenangan ini atas nama kita, insyaa Alloh… Aamiin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar